Saturday, September 17, 2011

Buletin Edisi Bulan September 2011

REDAKSI

Felicia Lukito




E-MAIL
kki_montreal@yahoo.com

DOKUMENTASI
www.kkimontreal.blogspot.com


RENUNGAN ROHANI
Asuhan: Rm. Reinier Van Leeuwen, SCJ


St Padre Pio dari Pietrelcina

Francesco Forgione dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1887 di sebuah kota kecil bernama Pietrelcina, Italia selatan, dalam wilayah Keuskupan Agung Benevento. Ia adalah anak kelima dari delapan putera-puteri keluarga petani Grazio Forgione dan Maria Giuseppa De Nunzio (Mamma Peppa). Mamma Peppa mengenangnya sebagai anak yang berbeda dari anak-anak lain sebayanya, “ia tidak pernah tidak sopan ataupun bersikap tidak pantas.” Sejak usia lima tahun, Francesco dianugerahi penglihatan-penglihatan surgawi dan juga mengalami penindasan-penindasan setan; ia melihat dan berbicara dengan Yesus dan Santa Perawan Maria, juga dengan malaikat pelindungnya; sayangnya, kehidupan surgawi ini disertai pula oleh pengalaman tentang neraka dan setan. Ketika usianya duabelas tahun, Francesco kecil menerima Sakramen Penguatan dan menyambut Komuni Kudus-nya yang Pertama.

Pada tanggal 6 Januari 1903, terdorong oleh semangat yang bernyala-nyala, Francesco yang kala itu berusia enambelas tahun masuk novisiat Biarawan Kapusin di Morcone. Pada tanggal 22 Januari, Francesco menerima jubah Fransiskan dan menerima nama Broeder Pio. Di akhir tahun novisiat, Broeder Pio mengucapkan kaul sederhana, yang dilanjutkan dengan kaul meriah pada tanggal 27 Januari 1907. Karena kesehatannya yang buruk, setelah ditahbiskan sebagai imam pada tanggal 10 Agustus 1910 di Katedral Benevento, Padre Pio harus tinggal kembali bersama keluarganya. Para dokter yang mendiagnosanya memaklumkan bahwa ia mengidap infeksi paru-paru dan bahwa masa hidupnya hanya tinggal sebulan saja.

Meski demikian, setelah enam tahun bergulat dengan penyakitnya, kesehatan Padre Pio mulai membaik. Pada bulan September 1916, Padre Pio diutus ke rumah Biara San Giovanni Rotondo, di mana ia tinggal hingga akhir hayatnya. Bagi Padre Pio, iman adalah hidup: ia menghendaki segala sesuatu dan mengerjakan segala sesuatu dalam terang iman. Seringkali ia tampak tenggelam dalam doa-doa yang khusuk. Ia melewatkan siang hari dan sebagian besar malam hari dalam percakapan mesra dengan Tuhan. Padre Pio akan mengatakan, “Dalam kitab-kitab kita mencari Tuhan, dalam doa kita menemukan-Nya. Doa adalah kunci yang membuka hati Tuhan.” Iman membimbingnya senantiasa untuk menerima kehendak Allah yang misterius.

Pada tanggal 20 September 1918, sementara berdoa di depan sebuah Salib di kapel tua, sekonyong-konyong suatu sosok seperti malaikat memberinya stigmata. Stigmata itu terus terbuka dan mencucurkan darah selama limapuluh tahun. Dalam surat tertanggal 22 Oktober 1918 kepada Padre Benedetto, pembimbing rohaninya, Padre Pio mengisahkan pengalaman penyalibannya: “… Apakah yang dapat kukatakan kepadamu mengenai penyalibanku? Ya Tuhan! Betapa aku merasa bingung dan malu apabila aku berusaha menunjukkan kepada orang lain apa yang telah Engkau lakukan kepadaku, makhluk-Mu yang hina dina!
Kala itu pagi hari tanggal 20 [September] dan aku sedang berada di tempat paduan suara setelah perayaan Misa Kudus, ketika suatu istirahat, bagaikan suatu tidur yang manis menghampiriku.
Segenap indera, lahir maupun batin, pula indera jiwa ada dalam ketenangan yang tak terlukiskan. Ada suatu keheningan mendalam di sekelilingku dan di dalamku; suatu perasaan damai menguasaiku dan lalu, semuanya terjadi dalam sekejab bahwa aku merasa bebas sepenuhnya dari segala keterikatan. Ketika semuanya ini terjadi, aku melihat di hadapanku, suatu penampakan yang misterius, serupa dengan yang aku lihat pada tanggal 5 Agustus, yang berbeda hanyalah kedua tangan, kaki dan lambung-Nya mencucurkan darah. Penglihatan akan Dia mengejutkanku: apa yang kurasakan pada saat itu sungguh tak terkatakan. Aku pikir, aku akan mati; dan pastilah aku mati jika Tuhan tidak campur tangan dan memperkuat hatiku, yang nyaris meloncat dari dadaku! Penglihatan berakhir dan aku tersadar bahwa kedua tangan, kaki dan lambungku ditembusi dan mencucurkan darah. Dapat kau bayangkan siksaan yang aku alami sejak saat itu dan yang nyaris aku alami setiap hari. Luka di lambung tak henti-hentinya mencucurkan darah, teristimewa dari Kamis sore hingga Sabtu. Ya Tuhan, aku mati karena sakit, sengsara dan kebingungan yang aku rasakan dalam kedalaman lubuk jiwaku. Aku takut aku akan mencucurkan darah hingga mati! Aku berharap Tuhan mendengarkan keluh-kesahku dan menarik karunia ini daripadaku….”

Padre Pio adalah imam pertama yang menerima stigmata Kristus. Para superiornya berusaha merahasiakan kejadian itu, kendati demikian, berita segera menyebar dan ribuan orang berduyun-duyun datang ke biara yang terpencil itu, baik mereka yang saleh maupun mereka yang sekedar ingin tahu. Sesungguhnya, setiap pagi, sejak pukul empat dini hari, selalu ada ratusan orang dan terkadang bahkan ribuan orang menantinya.

Padre Pio tidur tak lebih dari dua jam setiap harinya dan tak pernah mengambil cuti barang sehari pun selama limapuluh tahun imamatnya! Ia biasa bangun pagi-pagi buta guna mempersiapkan diri mempersembahkan Misa Kudus. Setelah Misa, Padre Pio biasa melewatkan sebagian besar harinya dalam doa dan melayani Sakramen Pengakuan Dosa. Hidupnya penuh dengan berbagai karunia mistik, termasuk kemampuan membaca batin para peniten, bilokasi, levitasi dan jamahan yang menyembuhkan. Darah yang mengucur dari stigmatanya mengeluarkan bau harum mewangi atau harum bunga-bungaan.

Padre Pio memiliki dua prakarsa dalam dua arah: arah vertikal kepada Tuhan, dengan membentuk “Kelompok Doa” pada tahun 1920 yang masih aktif hingga kini dengan 400.000 pendoa yang tersebar di seluruh dunia. Arah horizontal kepada komunitas yang menderita, dengan mendirikan sebuah rumah sakit modern “Casa Sollievo della Sofferenza” (Rumah untuk Meringankan Penderitaan) yang dibuka pada tanggal 5 Mei 1956, dan hingga kini melayani sekitar 60.000 pasien setiap tahunnya.
Selama lima puluh tahun imamatnya, Padre Pio menjalin persatuan yang akrab mesra dengan Tuhan melalui Ekaristi Kudus. Yang paling luar biasa dalam hidupnya bukanlah mukjizat, penyembuhan ataupun pertobatan orang dengan perantaraannya, melainkan pelayanannya di altar, mempersembahkan Kurban Kudus Misa, dimana ia menjadi satu dengan Kristus yang tersalib.

“… kalian akan datang kepada Tuhan dan menempatkan diri di hadirat-Nya karena dua alasan utama. Pertama, kita menyampaikan kepada Tuhan penghormatan dan ketaatan yang memang sudah sepatutnya. Hal itu dapat dilakukan tanpa Ia berbicara kepada kita, dan tanpa kita berbicara kepada-Nya, sebab kewajiban ini dapat ditunaikan dengan mengakui Dia sebagai Tuhan kita, dan mengenali diri sebagai makhluk ciptaannya yang hina dina, yang secara rohani rebah di hadapan-Nya, menanti perintah-perintah-Nya. Betapa banyak para kudus yang kerapkali menempatkan diri di hadapan Raja kita, tanpa berbicara kepada-Nya ataupun mendengarkan-Nya, melainkan hanya sekedar dilihat oleh-Nya, agar dengan ketekunan mereka ini mereka boleh dianggap sebagai hamba-hamba-Nya yang setia? Perilaku ini, menghaturkan diri di hadapan Tuhan semata-mata guna memberikan diri secara sukarela sebagai hamba-hamba-Nya adalah yang paling kudus, paling unggul, paling murni dan juga paling sempurna.
Alasan kedua menghaturkan diri di hadirat Allah sementara berdoa adalah untuk berbicara kepada-Nya dan mendengarkan suara-Nya lewat inspirasi dan pencerahan batin…. apabila kalian berdoa di hadirat Tuhan, hadapilah kebenaran, berbicaralah kepada-Nya jika kalian dapat, dan jika kalian tak dapat mengatakannya, berdiam diri sajalah, biarlah dirimu dilihat oleh-Nya, dan janganlah khawatir lagi mengenainya….”

Padre Pio dengan tulus menganggap diri sebagai tidak berguna, tidak layak menerima anugerah-anugerah Tuhan, penuh kelemahan dan cacat cela, walau demikian diberkati dengan karunia-karunia ilahi. Di tengah kekaguman orang terhadap dirinya, Padre Pio akan mengatakan, “Aku hanya ingin menjadi seorang biarawan miskin yang berdoa.”

Sejak masa muda, kesehatan Padre Pio amat rapuh, dan semakin memburuk keadaannya pada tahun-tahun terakhir masa hidupnya. Pada tanggal 23 September 1968, pukul 2.30 dini hari, dalam usia delapanpuluh satu tahun, Saudari Maut menjemputnya dalam keadaan siap lahir batin dan damai tenang. Segera setelah ia wafat, kamarnya dipenuhi bau harum semerbak selama beberapa saat lamanya, seperti bau harum yang memancar dari luka-lukanya selama limapuluh tahun penderitaannya; stigmata tak lagi tampak, tak terlihat sama sekali adanya darah ataupun tanda-tanda bekas luka.

Pada tanggal 20 Februari 1971, belum genap tiga tahun setelah wafat Padre Pio, Paus Paulus VI berbicara mengenainya kepada para Superior Ordo Kapusin, “Lihat, betapa masyhurnya dia, betapa seluruh dunia berkumpul sekelilingnya! Tetapi mengapa? Apakah mungkin karena ia seorang filsuf? Karena ia bijak? Karena ia cakap dalam pelayanan? Karena ia mempersembahkan Misa dengan rendah hati, mendengarkan pengakuan dosa dari fajar hingga gelap dan - tak mudah mengatakannya - ia adalah dia yang menyandang luka-luka Tuhan kita. Ia adalah manusia yang berdoa dan yang menderita.”

Padre Pio dinyatakan sebagai Venerabilis pada tanggal 18 September 1997 oleh Paus Yohanes Paulus II; pada tanggal 2 Mei 1999 dibeatifikasi; dan akhirnya dikanonisasi pada tanggal 16 Juni 2002 di Roma, oleh Paus yang sama. Gereja memaklumkan pesta liturgis St Padre Pio dari Pietrelcina dirayakan pada tanggal 23 September.
Sumber: Yesaya online

AGENDA OCTOBER 2011
Misa Biasa:
Dilanjutkan dengan ramah tamah

Waktu:
Hari Minggu, 16 Oktober 2011
Pukul 11:00

Tempat:
Kapel Biara SCJ
2830 Est Boulevard Gouin
Montreal, QC - H2B 1Y7


LAPORAN KEUANGAN
AGUSTUS’ 11
Saldo Awal: $ 1,704.93
Pemasukan: $ 61.00
Pengeluaran: $ 00.00
Saldo Akhir: $ 1,765.93

Hasil kolekte I sebesar $ 92.57 dan diserahkan kepada rumah biara SCJ Montreal.dan hasil kolekte II sebesar 61 diserahkan ke kas KKI-Montreal.

***


ULANG TAHUN

Selamat hari ulang tahun bagi para umat yang merayakannya.

26 Sep Andre-Mathieu Gervais
01 Okt Lisa Codutti
06 Okt Angela Nikita Lazakar
06 Okt Michael Tanaya
07 Okt Fonny Quintoro
08 Okt Maria Sybilla
13 Okt Anna Sutisna Yahya
15 Okt Terrence

***


Kami mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah berpartisipasi dalam
Acara Apple Picking
di Quinn Farm
3September, 2011

****

Kami mengucapkan terima kasih atas kehadiran
Romo Alex Sapta, SCJ dalam perayaan misa di KKI-Montreal

Buletin Edisi Bulan Agustus 2011

REDAKSI
Felicia Lukito



E-MAIL
kki_montreal@yahoo.com

DOKUMENTASI
www.kkimontreal.blogspot.com


RENUNGAN ROHANI
Asuhan:
Rm. Reinier Van Leeuwen, SCJ


“Kita Mengharapkan Apa Yang Tidak Kita Lihat”


Kesabaran adalah ajaran keselamatan yang diberikan Tuhan, Guru kita. Barangsiapa bertahan hingga akhir akan diselamatkan. Dan lagi: “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.”

Saudara-saudara terkasih, kita harus bertahan dan bertekun apabila kita hendak memperoleh kebenaran dan kemerdekaan yang boleh kita harapkan; iman dan harapan adalah makna inti dari menjadi seorang Kristiani, akan tetapi agar iman dan harapan berbuah, dibutuhkan kesabaran.

Kita tidak mencari kemuliaan sekarang, pada masa kini, tetapi kita mencari kemuliaan mendatang, sebagaimana diajarkan St Paulus ketika ia mengatakan: Kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya? Tetapi jika kita mengharapkan apa yang tidak kita lihat, kita menantikannya dengan tekun. Adalah perlu menanti dengan sabar apabila kita rindu disempurnakan dalam apa yang telah kita mulai, dan apabila kita rindu menerima dari Allah apa yang kita harapkan dan percaya.

Di tempat lain Rasul yang sama menasehati dan mengajarkan kepada orang yang benar, dan mereka yang giat dalam perbuatan-perbuatan baik, dan mereka yang mengumpulkan bagi dirinya harta pusaka di surga melalui ganjaran yang Allah berikan kepada mereka. Mereka juga harus bersabar, sebab ia mengatakan: Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman. Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai.

Paulus mengingatkan kita untuk jangan jemu-jemu berbuat baik melalui ketidaksabaran, untuk tidak dikacaukan atau dikuasai oleh pencobaan-pencobaan dan dengan demikian menyerah di tengah ziarah pujian dan kemulian kita, serta membiarkan perbuatan-perbuatan baik kita di masa lalu menjadi tak berguna sebab apa yang telah dimulai tidak sampai diselesaikan.

Akhirnya, Rasul, ketika berbicara mengenai kasih, menggabungkannya dengan ketekunan dan kesabaran. Kasih itu, demikian katanya, selalu sabar dan murah hati; ia tidak cemburu; ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong; ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Kasih menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Rasul menunjukkan bahwa kasih dapat tegar dan bertahan sebab kasih telah belajar bagaimana menanggung segala sesuatu.

Dan di tempat lain ia mengatakan: Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera. Ia menunjukkan bahwa baik persatuan maupun perdamaian tak dapat dipelihara terkecuali sesama saudara saling menghargai satu sama lain dengan penuh kesabaran dan memelihara ikatan damai sejahtera melalui sarana kesabaran.
Sumber Yesaya online

AGENDA
SEPTEMBER’11
Misa Biasa:
Dilanjutkan dengan ramah tamah

Waktu:
Hari Minggu, 18 September 2011
Pukul 11:00

Tempat:
Kapel Biara SCJ
2830 Est Boulevard Gouin
Montreal, QC - H2B 1Y7


LAPORAN KEUANGAN
JULI’ 11
Saldo Awal: $ 1,744.93
Pemasukan: $ 10.00
Pengeluaran: $ 50.00
Saldo Akhir: $ 1,704.93

Hasil kolekte sebesar $ 81.00 diserahkan kepada rumah biara SCJ Montreal.

***

ULANG TAHUN

Selamat hari ulang tahun bagi para umat yang merayakannya.

22 Agst Devin Oswald
26 Agst Jesselyn Yong
26 Agst Lidyana
28 Agst Iwan
04 Sept Tracy
07 Sept Indra Hendrawan
***

Kami mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah berpartisipasi dalam
ziarah Rohani di
Shrine Sacred Heart at Beauvoir, Sherbrooke
13 Agustus, 2011



Puji Syukur atas terkabulnya doa Novena 3X Salam Maria.
Kuasa Doa adalah mujizat yang tidak mungkin di mata manusia menjadi nyata di mata Tuhan.
Terima Kasih,
Karina

***
Rm. Reinier Van Leeuwen, SCJ serta Segenap Keluarga Besar
KKI-Montreal
Mengucapkan Selamat Kepada

Sdri. Maria Kristina Karina

Atas berkat Tuhan sehingga boleh menetap di Canada
dan berkumpul dengan dua buah hati

***